logo lensa lingkungan
Pertek Air Limbah (Pertek BMAL): Regulasi, Baku Mutu, dan Kewajiban Pengelolaan

Pertek Air Limbah (Pertek BMAL): Regulasi, Baku Mutu, dan Kewajiban Pengelolaan

Pertek Air Limbah (Pertek BMAL): Regulasi, Baku Mutu, dan Kewajiban Pengelolaan

Pertek Air Limbah, atau yang sering disebut Pertek BMAL (Baku Mutu Air Limbah), adalah persetujuan teknis yang wajib dimiliki setiap usaha atau kegiatan sebelum membuang maupun memanfaatkan air limbah. Dokumen ini bukan sekadar formalitas, melainkan syarat penting agar kegiatan pembuangan limbah tidak dianggap melanggar hukum dan tetap sesuai dengan baku mutu lingkungan.

Tidak sedikit perusahaan yang masih bingung soal kewajiban ini. Ada yang bertanya, “Kalau perusahaan kami sudah punya IPAL, apakah masih perlu izin lain untuk buang limbah ke sungai?” Pertanyaan ini wajar, karena banyak yang beranggapan cukup dengan pengolahan limbah dan hasil uji laboratorium. Padahal, dari sisi regulasi, tetap diwajibkan memiliki Pertek Air Limbah sekaligus SLO (Surat Kelayakan Operasional).

Dasar Hukum Pertek Air Limbah

Dasar hukum Persetujuan Teknis Air Limbah diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penerbitan Persetujuan Teknis dan Surat Kelayakan Operasional Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan.

Pada Pasal 3 regulasi tersebut ditegaskan bahwa:

  1. Setiap usaha atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL, jika melakukan kegiatan pembuangan atau pemanfaatan air limbah, maka wajib memiliki Pertek dan SLO (Surat Kelayakan Operasional).
  2. Kegiatan pembuangan dan/atau pemanfaatan air limbah yang dimaksud meliputi:
  • Pembuangan air limbah ke badan air permukaan.
  • Pembuangan air limbah ke formasi tertentu.
  • Pemanfaatan air limbah ke formasi tertentu.
  • Pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke tanah.
  • Pembuangan air limbah ke laut.

Artinya, apapun bentuk pengelolaan atau pemanfaatan air limbah yang dilakukan perusahaan, wajib ada izin teknis berupa Pertek.

Pertek dan Kaitannya dengan BMAL

Klien lain pernah menanyakan, “Kami kan limbahnya sudah diolah, hasil uji lab sudah sesuai standar. Jadi apa masih perlu Pertek?”

Jawabannya: iya, tetap perlu. Karena BMAL (Baku Mutu Air Limbah) dan Pertek itu saling terkait tapi berbeda fungsi.

  • BMAL adalah batas kualitas limbah cair yang boleh dibuang ke lingkungan. Aturannya sekarang mengacu ke PermenLHK Nomor 11 Tahun 2025.
  • Pertek adalah dokumen izin teknis yang wajib dimiliki agar kegiatan pembuangan atau pemanfaatan air limbah sah secara hukum.

Jadi kalau hanya memenuhi BMAL tapi tidak punya Pertek, itu tetap melanggar. Sebaliknya, punya Pertek tapi buang limbah melebihi BMAL juga melanggar. Dua-duanya harus jalan beriringan.

Pertek Air Limbah

Pertek Itu Penting: 4 Alasan Utama

Saat menjelaskan ke klien, biasanya kami akan menyampaikan, ada empat alasan utama:

  1. Legalitas – tanpa Pertek, semua kegiatan pembuangan air limbah bisa dianggap ilegal meskipun punya IPAL.
  2. Kepastian teknis – Pertek berisi detail teknis, jadi tidak ada ruang abu-abu dalam pengelolaan limbah.
  3. Perlindungan lingkungan – ini jelas, supaya limbah tidak merusak sungai, tanah, atau laut.
  4. Citra perusahaan – perusahaan yang patuh regulasi punya nilai lebih, apalagi kalau bicara ESG atau kerja sama dengan mitra internasional.

Proses Mengurus Pertek

Banyak perusahaan yang bertanya, “Ribet nggak sih ngurus Pertek?” Sebenarnya kalau sudah paham alurnya, prosesnya cukup jelas:

  1. Mengajukan permohonan ke KLHK atau DLH setempat.
  2. Evaluasi teknis oleh otoritas lingkungan: kapasitas IPAL, teknologi pengolahan, hingga risiko lingkungan.
  3. Penerbitan Pertek, jika semua persyaratan terpenuhi.
  4. Penerbitan SLO, untuk memastikan bahwa instalasi pengolahan limbah sudah benar-benar layak jalan.

Memang, tahap evaluasi teknis biasanya jadi titik krusial, karena perusahaan harus benar-benar membuktikan bahwa sistem pengolahan limbahnya sesuai standar.

Kegiatan yang Wajib Pertek Air Limbah

Berikut ini contoh beberapa jenis usaha yang wajib memiliki Pertek antara lain:

  • Industri tekstil yang menghasilkan limbah cair pewarna.
  • Industri makanan dan minuman dengan limbah organik.
  • Rumah sakit dengan limbah medis cair.
  • Perusahaan tambang dengan air limbah dari proses pencucian bijih.
  • Hotel dan apartemen dengan limbah domestik dalam jumlah besar.

Setiap sektor memiliki standar BMAL yang berbeda, sesuai dengan karakteristik limbah yang dihasilkan.

Contoh Kasus di Lapangan

Sebagai contoh, sebuah pabrik tekstil menghadapi kendala karena hanya punya IPAL tanpa Pertek. Saat ada pemeriksaan dari DLH, perusahaan tersebut terkena sanksi administrasi dan harus segera mengurus Pertek.

Ada juga cerita dari sebuah rumah sakit yang sebenarnya limbah cairnya sudah memenuhi BMAL, tetapi tetap diperingatkan karena belum punya dokumen Pertek. Setelah diurus, barulah rumah sakit tersebut aman secara hukum dan operasional.

Layanan Penyusunan Pertek Air Limbah (BMAL)

Banyak perusahaan merasa bingung ketika harus mengurus Pertek Air Limbah atau Pertek BMAL. Dokumennya cukup teknis, aturannya detail, dan sering kali memerlukan komunikasi intens dengan pihak berwenang. Di sinilah biasanya mereka mencari pendampingan agar prosesnya lebih cepat dan tepat.

Kami siap membantu perusahaan dalam menyusun dokumen Persetujuan Teknis Air Limbah mulai dari pengumpulan data, penyusunan kajian teknis, hingga memastikan dokumen sesuai dengan regulasi terbaru: PermenLHK No. 5 Tahun 2021 tentang tata cara penerbitan Pertek, dan PermenLHK No. 11 Tahun 2025 tentang baku mutu serta pengolahan air limbah.

Tujuannya sederhana: agar perusahaan tidak hanya sekadar patuh aturan, tapi juga aman secara operasional dan tenang ketika ada pemeriksaan dari instansi lingkungan. Jika perusahaan Anda sedang membutuhkan dokumen Pertek BMAL, kami bisa menjadi partner yang mendampingi dari awal sampai selesai.

Jasa Pembuatan Pertek dan Pendampingan SLO

Jasa Pembuatan Pertek dan Pendampingan SLO

Jasa Pembuatan Pertek dan Pendampingan SLO

Butuh Bantuan Menyusun Persetujuan Teknis (Pertek) dan Mendapatkan SLO?
Lensa Lingkungan Berpengalaman dalam Bidang ini!

Jika Anda memiliki usaha yang berkaitan dengan kegiatan pembuangan air limbah atau emisi ke lingkungan, Anda wajib memahami dua istilah penting ini: Persetujuan Teknis (Pertek) dan Surat Kelayakan Operasional (SLO). Keduanya menjadi syarat wajib sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Tapi apakah Pertek dan SLO itu sama? Kapan harus mengurus Pertek dan kapan SLO dibutuhkan?

Pertek Tidak Sama dengan SLO

Banyak pelaku usaha mengira bahwa setelah mendapatkan Pertek, maka otomatis sistem pengolahan limbahnya sudah dapat digunakan. Padahal, ini adalah kekeliruan umum. Pertek adalah tahap awal (perencanaan teknis), sedangkan SLO adalah izin untuk mulai menjalankan sistem tersebut di lapangan. Tanpa SLO, sistem Anda dianggap belum memenuhi syarat untuk dioperasikan, meskipun Anda sudah mendapatkan Pertek.

Apa Itu Persetujuan Teknis (Pertek)?

Persetujuan Teknis adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat atau Daerah, yang berisi ketentuan teknis mengenai standar perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang wajib dipenuhi oleh suatu usaha atau kegiatan. Pertek merupakan bentuk evaluasi teknis dari rencana sarana dan prasarana lingkungan hidup, misalnya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) atau sistem pengendalian emisi udara. Persetujuan Teknis biasanya dibutuhkan sebelum pembangunan sistem pengendalian limbah dan emisi, sebagai dasar perencanaan teknis dan pelaporan kegiatan.

Lalu, Apa Itu SLO (Surat Kelayakan Operasional)?

SLO atau Surat Kelayakan Operasional adalah bukti bahwa sistem yang Anda bangun (berdasarkan Pertek) telah:

  • Selesai dibangun dengan standar yang sesuai
  • Lolos uji coba teknis
  • Terverifikasi lapangan oleh tim teknis berwenang

Dengan kata lain, SLO adalah izin beroperasi atas sistem pengendalian pencemaran lingkungan yang Anda miliki. SLO hanya dapat diterbitkan setelah dilakukan verifikasi di lapangan oleh tim teknis dari instansi berwenang.

Apa Hubungan Pertek dan SLO?

Meski sering disalahartikan, Pertek dan SLO adalah dua hal yang berbeda. Keduanya saling berkaitan.

  • Pertek adalah prasyarat administratif dan teknis awal.
  • Setelah Pertek disetujui, Anda harus membangun sistem sesuai dengan spesifikasi yang telah disetujui.
  • Setelah sistem selesai dibangun, dilakukan uji coba dan verifikasi lapangan.
  • Jika hasil verifikasi sesuai, maka SLO akan diterbitkan.

Jika ada ketidaksesuaian antara rencana teknis (Pertek) dan realisasi di lapangan, maka proses SLO akan tertunda dan Anda harus melakukan perbaikan.

Dasar Hukum Pertek dan SLO

Landasan hukum dari kewajiban memiliki Pertek dan SLO diatur dalam peraturan perundang-undangan berikut:

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
  2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Tata Cara Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Lingkungan Hidup

Pasal 3 dan Pasal 28 Permen LHK No. 5/2021 secara eksplisit menyebutkan bahwa usaha dan/atau kegiatan yang membuang air limbah dan/atau emisi wajib memiliki Persetujuan Teknis dan Surat Kelayakan Operasional.

Pertek Dulu atau SLO Dulu?

Jawabannya jelas: Pertek dulu, baru SLO.

Pertek adalah langkah awal untuk membangun sistem pengelolaan limbah atau emisi yang sesuai standar. Tanpa Pertek, Anda tidak bisa melanjutkan pembangunan sistem tersebut. Setelah Pertek disetujui, baru Anda dapat membangun fasilitas, melaporkan realisasi pembangunan, menjalankan uji coba, hingga akhirnya diverifikasi untuk mendapatkan SLO.

Sederhananya: Tidak ada Pertek → Tidak bisa ajukan SLO.

Konsultasi Sekarang! Tim Lensa Lingkungan Siap Membantu

Tidak perlu bingung menghadapi birokrasi teknis. Serahkan urusan Pertek dan SLO kepada kami, agar Anda bisa fokus pada pengembangan bisnis Anda. Lensa Lingkungan dapat membantu menyusun dokumen pertek yang sesuai regulasi, agar proses Anda berjalan lancar, sesuai ketentuan, hingga Anda berhasil mendapatkan SLO.

Jangan menunggu lagi, Segera lengkapi izin lingkungan Anda bersama kami! 

Jasa Penyusunan Peta Jalan Pengurangan Sampah

Jasa Penyusunan Peta Jalan Pengurangan Sampah

Jasa Penyusunan Peta Jalan Pengurangan Sampah

Patuhi Permen LHK No. P.75/2019

Peta jalan pengurangan sampah kini menjadi kebutuhan wajib bagi produsen di Indonesia, seiring dengan diberlakukannya Permen LHK No. P.75/2019. Peraturan ini mewajibkan produsen untuk menyusun strategi pengelolaan sampah yang bertanggung jawab, dengan target pengurangan sampah sebesar 30% pada tahun 2029.

Mengapa Peta Jalan Pengurangan Sampah Wajib?

Peta jalan pengurangan sampah adalah dokumen strategis yang dirancang untuk membantu produsen mengelola sampah dari produk dan kemasan yang dihasilkan. Berdasarkan Permen LHK No. P.75/2019, peta jalan ini wajib disusun untuk mematuhi regulasi lingkungan, khususnya dalam hal pengurangan, pemanfaatan kembali, dan daur ulang sampah.

Lebih lanjut, Pasal 2 Permen LHK No. P.75/2019 secara spesifik menyebutkan bahwa produsen yang menghasilkan produk atau kemasan yang sulit terurai wajib menyusun dokumen ini. Dengan demikian, peta jalan tidak hanya memenuhi kewajiban hukum, tetapi juga berkontribusi pada pelestarian lingkungan. Selain itu, dokumen ini membantu membangun citra perusahaan yang berkelanjutan.

Peta Jalan: Strategi Pengelolaan Sampah

Sampah, khususnya dari kemasan plastik dan bahan sulit terurai, merupakan masalah lingkungan global. Di Indonesia, volume sampah terus meningkat setiap tahun.  Untuk mengatasinya, pemerintah melalui Permen LHK No. P.75/2019 mendorong produsen bertanggung jawab atas dampak lingkungan dari produk mereka.

Menyusun peta jalan untuk mengelola sampah, produsen dapat merancang strategi terukur untuk mengurangi timbulan sampah, memanfaatkan kembali material, dan meningkatkan proses daur ulang. Hal tersebut adalah langkah nyata menuju ekonomi sirkular yang berkelanjutan. 

Menggunakan layanan penyusunan peta jalan pengurangan sampah dari Lensa Lingkungan, Produsen dapat memenuhi kewajiban regulasi ini secara efektif, efisien, dan ramah lingkungan. 

Lingkup Penyusunan Peta Jalan Pengurangan Sampah

Lensa Lingkungan menawarkan layanan penyusunan peta jalan untuk pengurangan sampah, Sesuai Pasal 10 ayat (1) Permen LHK P.75/2019, peta jalan harus memuat baseline, strategi 3R, dan target pencapaian. Berikut rinciannya: 

Langkah awal dalam penyusunan peta jalan pengurangan sampah adalah mengumpulkan data dasar tentang timbulan sampah dari produk dan kemasan yang dihasilkan. Baseline ini mencakup jenis sampah, volume, dan karakteristiknya. Tujuan dari penyusunan baseline adalah memberikan gambaran yang jelas tentang jumlah sampah yang dihasilkan. Sehingga strategi pengurangan dapat dirancang berdasarkan data yang akurat. 

Proses ini melibatkan analisis rantai pasok, mulai dari bahan baku hingga produk akhir, serta evaluasi kemasan yang digunakan. Dengan data baseline yang kuat, produsen dapat mengidentifikasi area dengan potensi pengurangan sampah terbesar dan menentukan prioritas dalam strategi pengelolaan sampah. 

Setelah baseline ditetapkan, langkah berikutnya adalah merancang strategi pengurangan sampah berdasarkan prinsip 3R: Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali), dan Recycle (mendaur ulang). Strategi ini harus memanfaatkan teknologi terbaik (best available technology) untuk meminimalkan timbulan sampah dari produk dan kemasan. Contoh strategi yang dapat diterapkan meliputi: 

  • Mengurangi sampah kemasan: Menggunakan kemasan yang lebih ringan, ramah lingkungan, atau dapat terurai secara alami. 
  • Pemanfaatan kembali: Merancang produk atau kemasan yang dapat digunakan kembali oleh konsumen atau dalam proses produksi. 
  • Daur ulang: Meningkatkan sistem pengumpulan dan pengolahan sampah untuk memastikan lebih banyak material yang dapat didaur ulang. 

Layanan kami membantu Anda merancang strategi yang memenuhi regulasi, sekaligus meningkatkan efisiensi operasional dan mengurangi biaya jangka panjang. 

Langkah terakhir adalah menetapkan target pengurangan sampah yang realistis dan terukur, sesuai dengan baseline dan strategi yang telah disusun. Permen LHK No. P.75/2019 menetapkan target pengurangan sampah sebesar 30% pada tahun 2029. Namun, produsen dapat menyesuaikan target tambahan berdasarkan kapasitas dan jenis produk mereka. 

Penetapan target ini mencakup jadwal waktu yang jelas untuk setiap tahap pengurangan sampah. Misalnya, Anda dapat menetapkan target jangka pendek untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dalam dua tahun. Sementara itu, target jangka panjang dapat mencakup sistem daur ulang yang lebih canggih. Melalui layanan ini, kami memastikan target yang ditetapkan realistis, dapat dicapai, dan selaras dengan regulasi. 

Layanan Penyusunan Peta Jalan Pengurangan Sampah Lensa Lingkungan

Layanan penyusunan peta jalan ini akan dikerjakan oleh Tim yang berpengalaman dan memahami regulasi Permen LHK No. P.75/2019 serta tantangan yang dihadapi produsen. Kami menggunakan pendekatan berbasis data dan teknologi terkini untuk memastikan bahwa peta jalan yang kami susun tidak hanya memenuhi regulasi, tetapi juga memberikan nilai tambah bagi bisnis Anda. ini

Dengan memilih layanan kami, Anda akan mendapatkan berbagai manfaat, antara lain: 

  1. Kepatuhan terhadap Regulasi: Kami memastikan bahwa peta jalan Anda memenuhi semua ketentuan dalam Permen LHK No. P.75/2019, sehingga Anda terhindar dari risiko sanksi hukum. 
  2. Pendekatan Berbasis Data: Penyusunan baseline dilakukan dengan analisis mendalam untuk memberikan data yang akurat dan dapat dipercaya. 
  3. Solusi Kustom: Setiap bisnis memiliki kebutuhan yang berbeda. Kami merancang strategi pengurangan sampah yang sesuai dengan karakteristik produk dan operasional Anda. 
  4. Dampak Lingkungan Positif: Dengan mengurangi sampah, Anda turut berkontribusi pada pelestarian lingkungan dan mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan. 
  5. Citra Perusahaan yang Lebih Baik: Konsumen modern semakin peduli pada keberlanjutan. Dengan memiliki peta jalan yang menunjukkan pencapaian pengurangan sampah, Anda dapat membangun reputasi sebagai perusahaan yang bertanggung jawab. 

Selain itu, Lensa Lingkungan menawarkan layanan konsultasi, mulai dari penyusunan baseline hingga pelaporan hasil kepada pihak berwenang. Dengan pengalaman kami di berbagai industri, kami dapat menyesuaikan solusi untuk berbagai jenis produk, mulai dari makanan dan minuman hingga elektronik dan tekstil. 

Mengapa Sekarang adalah Waktu yang Tepat?

Tenggat waktu pengurangan sampah sebesar 30% pada tahun 2029, waktu adalah faktor utama. Semakin cepat Anda memulai, semakin mudah untuk mencapai target tanpa tekanan. Layanan kami dirancang untuk membantu Anda memenuhi kewajiban sesuai Permen LHK No. P.75/2019 dengan cara yang efisien dan efektif. 

Menyusun peta jalan bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga kesempatan untuk berinovasi dan meningkatkan efisiensi bisnisLensa Lingkungan, membantu Anda menghadapi tantangan pengelolaan sampah dengan percaya diri dan mencapai target pengurangan sampah sesuai jadwal yang ditetapkan. Anda dapat fokus pada bisnis inti sambil memastikan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan. Hubungi kami hari ini untuk konsultasi dan mulailah perjalanan menuju bisnis yang lebih hijau dan berkelanjutan! 

Sampah Plastik: Ancaman Serius dan Senyap Bagi Bumi

Sampah Plastik: Ancaman Serius dan Senyap Bagi Bumi

Sampah plastik ancaman serius dan telah menjadi salah satu masalah lingkungan terbesar di Indonesia dan dunia. Dengan pertumbuhan penduduk dan pola konsumsi yang terus meningkat, timbunan sampah semakin menggunung, terutama sampah plastik yang sulit terurai. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), setiap tahun Indonesia menghasilkan sekitar 64 juta ton sampah, dan sekitar 7,68 juta ton atau 12% di antaranya adalah sampah plastik. Angka ini menunjukkan betapa kritisnya tantangan pengelolaan sampah, khususnya plastik, di negeri ini. Hari Lingkungan Sedunia 2025 mengusung tema “Beat Plastic Pollution” atau “Hentikan Polusi Plastik” untuk menggugah kesadaran global akan dampak buruk sampah plastik terhadap lingkungan dan kehidupan. Artikel ini akan membahas mengapa tema ini relevan, dampak sampah plastik, serta solusi pengelolaan sampah yang efektif.

Mengapa Sampah Plastik Jadi Ancaman Serius?

Sampah plastik memiliki sifat yang sulit terurai, membuatnya menjadi ancaman serius bagi lingkungan. Sebagai contoh, kantong plastik membutuhkan waktu 10-20 tahun untuk terurai, sementara botol plastik bahkan bisa bertahan hingga 450 tahun atau lebih. Popok sekali pakai dan styrofoam bahkan lebih parah, dengan waktu penguraian hingga ratusan tahun atau bahkan tidak terurai secara alami. Data global menunjukkan bahwa sekitar 11 juta ton sampah plastik bocor ke ekosistem air setiap tahun, mencemari laut, sungai, dan danau. Mikroplastik, partikel kecil dari plastik yang berasal dari limbah atau produk pertanian, juga mencemari tanah melalui limbah domestik dan tempat pembuangan akhir (TPA).

Polusi plastik memperburuk triple planetary crisis: krisis perubahan iklim, krisis kehilangan keanekaragaman hayati, serta krisis polusi dan limbah. Plastik yang terakumulasi di laut mengancam kehidupan biota laut, sementara mikroplastik di tanah merusak kesuburan dan ekosistem darat. Di Indonesia, masalah ini diperparah oleh kurangnya infrastruktur pengelolaan sampah yang memadai, rendahnya kesadaran masyarakat, dan tingginya penggunaan plastik sekali pakai.

Hari Lingkungan Hidup Sedunia

Hari Lingkungan Sedunia 2025: Mengapa Fokus pada Polusi Plastik?

Tema “Beat Plastic Pollution” yang diusung Hari Lingkungan Sedunia 2025 bukanlah tanpa alasan. Plastik, meskipun praktis dan murah, telah menjadi penyumbang utama kerusakan lingkungan. Produksi plastik global terus meningkat, tetapi hanya sebagian kecil yang didaur ulang. Sisanya berakhir di TPA, sungai, atau laut, menciptakan polusi yang sulit dikendalikan. Tema ini mengajak semua pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga pelaku industri untuk bertindak nyata dalam mengurangi penggunaan plastik, meningkatkan daur ulang, dan mencari alternatif ramah lingkungan.

Hari Lingkungan Sedunia tanggal 5 Juni 2025 menjadi momentum untuk memperkuat komitmen global dalam mengatasi polusi plastik. Dengan fokus pada pengurangan sampah plastik, tema ini mendorong inovasi teknologi, kebijakan yang lebih ketat, dan perubahan perilaku konsumen. Di Indonesia, tema ini relevan karena tingginya ketergantungan pada plastik sekali pakai, seperti kemasan makanan, botol minuman, dan kantong belanja.

Sampah Plastik Ancaman Serius Bagi Lingkungan dan Kesehatan

Sampah plastik tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga berdampak pada kesehatan manusia. Mikroplastik yang masuk ke rantai makanan melalui ikan atau hasil pertanian dapat mengandung bahan kimia berbahaya seperti BPA (Bisphenol A) yang mengganggu sistem endokrin. Selain itu, tumpukan sampah plastik di TPA sering kali menjadi sarang penyakit dan menyebabkan pencemaran air tanah.

Di laut, sampah plastik membunuh jutaan biota laut setiap tahun. Penyu, burung laut, dan ikan sering kali memakan plastik yang mereka kira makanan, menyebabkan kematian akibat penyumbatan saluran pencernaan. Di darat, pembakaran sampah plastik menghasilkan emisi beracun yang memperburuk polusi udara dan berkontribusi pada perubahan iklim.

Solusi Pengelolaan Sampah Plastik yang Efektif

Untuk mengatasi masalah sampah plastik, diperlukan pendekatan terpadu yang melibatkan semua pihak. Berikut adalah beberapa solusi yang dapat diterapkan:

  1. Mengurangi Penggunaan Plastik Sekali Pakai

Mengurangi penggunaan plastik sekali pakai adalah langkah awal yang efektif. Masyarakat dapat beralih ke alternatif ramah lingkungan, seperti tas kain, botol minum reusable, atau wadah makanan dari bahan biodegradable. Pemerintah juga perlu memperkuat regulasi, seperti larangan penggunaan kantong plastik di toko-toko.

  1. Meningkatkan Sistem Daur Ulang

Daur ulang adalah kunci untuk mengurangi timbunan sampah plastik. Namun, di Indonesia, hanya sekitar 9% sampah plastik yang didaur ulang. Perusahaan dan pemerintah dapat berinvestasi dalam teknologi daur ulang modern dan membangun fasilitas pengolahan sampah yang memadai. Kami dapat membantu Anda terkait pengelolaan sampah dan limbah B3, termasuk pembuatan peta jalan pengurangan sampah, yang sangat penting bagi produsen atau perusahaan untuk memenuhi tanggung jawab lingkungan.

  1. Edukasi dan Kampanye Kesadaran Masyarakat

Edukasi masyarakat tentang bahaya sampah plastik dan pentingnya pengelolaan sampah yang baik perlu ditingkatkan. Kampanye seperti Hari Lingkungan Sedunia dapat menjadi platform untuk menyebarkan informasi dan mengajak masyarakat berpartisipasi dalam aksi nyata, seperti pembersihan pantai atau pengumpulan sampah plastik.

  1. Inovasi Produk Ramah Lingkungan

Pelaku industri dapat berinovasi dengan menciptakan produk alternatif yang lebih mudah terurai, seperti plastik berbasis pati atau bahan kompos. Investasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi hijau juga dapat mengurangi ketergantungan pada plastik konvensional.

Peran Produsen dan Perusahaan dalam Pengelolaan Sampah

Produsen dan perusahaan memiliki tanggung jawab besar dalam mengurangi sampah plastik. Dengan menerapkan prinsip ekonomi sirkular, perusahaan dapat mendesain produk yang mudah didaur ulang atau menggunakan bahan baku yang ramah lingkungan. Selain itu, pembuatan peta jalan pengurangan sampah dapat membantu perusahaan menetapkan target pengelolaan limbah yang jelas dan terukur. Kami siap membantu Anda dalam menyusun strategi pengelolaan sampah dan limbah B3, memastikan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan, dan mendukung keberlanjutan bisnis Anda.

Dengan timbunan sampah plastik yang mencapai jutaan ton setiap tahun, Indonesia dan dunia harus bersatu untuk mengurangi penggunaan plastik, meningkatkan daur ulang, dan mendorong inovasi ramah lingkungan. Setiap individu, komunitas, dan perusahaan memiliki peran penting dalam mewujudkan lingkungan yang lebih bersih dan sehat. Mari kita mulai dari langkah kecil, seperti membawa tas belanja sendiri atau mendaur ulang sampah di rumah, untuk menciptakan perubahan besar bagi bumi kita.

 

Apa itu AMDAL atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan?

Apa itu AMDAL atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan?

Apa itu AMDAL atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan?

Untuk Usaha Aman dan Berkelanjutan

Dalam era pembangunan yang pesat, penting bagi setiap proyek untuk mempertimbangkan dampak lingkungannya. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), atau Environmental Impact Assessment (EIA), adalah alat krusial yang memastikan bahwa proyek-proyek pembangunan tidak merugikan lingkungan dan masyarakat sekitarnya.

Lalu, Sebenarnya Apa itu AMDAL?

AMDAL adalah proses sistematis untuk mengidentifikasi, memprediksi, dan mengevaluasi dampak lingkungan dari suatu proyek sebelum pelaksanaannya. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa keputusan pembangunan mempertimbangkan aspek lingkungan secara menyeluruh.

Jenis-jenis Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

Analisis mengenai dampak lingkungan dikategorikan berdasarkan karakteristik proyek dan skala dampaknya. Pemilahan ini penting karena setiap jenis AMDAL memiliki pendekatan penyusunan, lingkup kajian, dan kedalaman analisis yang berbeda. Berikut jenis-jenis AMDAL:

AMDAL yang disusun untuk satu jenis usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh satu pemrakarsa (perusahaan/perorangan). Jenis ini fokus hanya pada satu kegiatan dan lokasi serta relative sederhana. Contohnya seperti pembangunan pabrik semen, hotel atau resort oleh satu pengembang.

AMDAL yang disusun untuk beberapa jenis usaha dan/atau kegiatan yang saling terkait, dalam satu kesatuan sistem dan dikelola oleh satu pemrakarsa. Jenis ini melibatkan banyak aspek kegiatan yang saling mempengaruhi dampak, cocok untuk proyek kawasan yang terintegrasi dalam skala besar. Contohnya seperti proyek kawasan industri yang mencakup pembangunan jalan, sistem air limbah, pembangkit listrik, dan fasilitas manufaktur.

AMDAL yang disusun untuk satu jenis usaha/kegiatan yang dilakukan di beberapa lokasi berbeda, tetapi masih dalam satu kesatuan perencanaan dan oleh satu pemrakarsa. Jenis ini harus mempertimbangkan kondisi ekologis dan social tiap lokasi, sehingga perlu strategi spesifik untuk tiap tempatnya. Contohnya seperti pembangunan gudang penyimpanan LPG di beberapa pelabuhan.

AMDAL yang disusun untuk berbagai jenis kegiatan/usaha yang ada dalam satu kawasan yang dikelola oleh satu badan pengelola, namun masing-masing usaha dikelola oleh pemrakarsa berbeda. Jenis ini disusun oleh badan pengelola kawasan, bukan oleh masing-masing tenant sehingga mempermudah pengendalian dampak secara kolektif. Contohnya kawasan ekonomi khusus (KEK) yang mencakup pelabuhan, perhotelan, dan jasa logistik.

Tantangan dalam Penyusunan AMDAL

Penyusunan AMDAL merupakan proses kompleks yang tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga sangat teknis dan strategis. Oleh karena itu, banyak tantangan yang kerap muncul selama penyusunannya, diantaranya:

  1. Kompleksitas Teknis: melibatkan analisis multidisiplin: ekologi, social, ekonomi, kesehatan masyarakat, lingkungan, dan lain-lain. Tidak semua perusahaan memiliki tenaga ahli atau alat untuk melakukan analisis ini secara tepat.
  2. Keakuratan Data: Pengambilan data lapangan (sampling air, udara, tanah, biodiversitas) harus dilakukan dengan metode ilmiah yang tepat. Seringkali perusahaan kesulitan mengakses atau mengumpulkan data ini sendiri.
  3. Pelibatan Masyarakat: proses AMDAL mewajibkan pelibatan masyarakat terdampak, baik melalui pengumuman, pengumpulan SPT (Saran, Pendapat, Tanggapan), maupun konsultasi publik. Jika tidak dilakukan dengan baik, bisa memicu konflik atau penolakan proyek. Konsultan tahu bagaimana menyusun strategi komunikasi yang efektif dan etis.
  4. Koordinasi Lintas Sektor: penyusunan AMDAL membutuhkan koordinasi antar pemrakarsa, pemerintah, dinas lingkungan hidup, akademisi, masyarakat, dan bahkan NGO. Koordinasi ini memerlukan diplomasi, jaringan kerja, dan pengalaman dalam memfasilitasi proses partisipatif. Namun, tidak semua perusahaan mampu berkoordinasi dengan efektif.
AMDAL (3)

Mengapa Harus Diserahkan ke Tim Kami?

Sebagai konsultan lingkungan, kami:

  1. Menyediakan keahlian teknis lintas bidang (biologi, sosial, teknik, lingkungan dll) yang mampu menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) secara profesional.
  2. Memiliki pengalaman lapangan yang mumpuni dan telah menangani berbagai proyek AMDAL
  3. Kami tahu jalur tepat untuk mempercepat proses penilaian AMDAL tanpa mengorbankan kualitas. Kami siap membantu Anda lebih cepat mendapatkan persetujuan lingkungan dan memulai operasional.
  4. Kami memiliki kemampuan untuk menyusun laporan secara profesional, didukung oleh komunikasi yang efektif, kolaborasi yang solid, serta berkomitmen untuk menyelesaikan proyek secara tepat waktu dan berkualitas.

AMDAL adalah alat penting untuk memastikan bahwa pembangunan berlangsung secara berkelanjutan dan bertanggung jawab. Penyusunan AMDAL bukan sekadar dokumen administratif, tapi fondasi bagi keberlanjutan proyek Anda. Menyerahkan proses ini kepada Lensa Lingkungan bukan hanya soal kemudahan, tetapi investasi cerdas untuk:

  • Mempercepat realisasi proyek
  • Menjaga reputasi perusahaan
  • Memastikan keberlanjutan lingkungan dan sosial

Jika Anda ingin proyek Anda lolos tanpa hambatan, Kami siap membantu dari awal hingga tuntas. Apakah Anda sudah memiliki rencana kegiatan yang ingin dikaji? Diskusi dengan tim kami sekarang!

Kajian Kebisingan Profesional

Kajian Kebisingan Profesional

Kajian Kebisingan Profesional

Pahami Tingkat Kebisingan, Patuhi Regulasi

Kajian Kebisingan Profesional

Kebisingan di lingkungan kerja atau area operasional Anda seringkali menjadi faktor yang terabaikan, namun dampaknya bisa terasa di berbagai aspek. Apakah Anda sedang menghadapi tantangan berikut?

Jika salah satu atau beberapa pertanyaan di atas relevan dengan kondisi Anda saat ini, Anda berada di tempat yang tepat. Kebisingan bukan hanya soal gangguan sesaat, tetapi menyangkut kesehatan, keselamatan, produktivitas, dan kepatuhan hukum.

MELAYANI KAJIAN KEBISINGAN DALAM RUANGAN (INDOOR) DAN LUAR RUANG (OUTDOOR)

Kajian kebisingan merupakan studi untuk mengukur, menganalisis, dan mengelola tingkat suara yang mengganggu di suatu lingkungan. Tujuannya adalah mengevaluasi dampak kebisingan terhadap kenyamanan, kesehatan, dan keselamatan, serta merancang solusi untuk mengurangi polusi suara.

Kebisingan

Kami siap membantu, memberikan masukan dan evaluasi terkait kebisingan. Kajian kebisingan kami sangat customized tergantung kebutuhan perusahaan Anda.

Kami memahami bahwa kebisingan bukan sekadar gangguan, kebisingan dapat memengaruhi produktivitas, kesehatan, hingga kepatuhan hukum perusahaan.

Mengapa Memilih Lensa Lingkungan untuk Kajian Kebisingan Anda?

Kami sadar setiap industri dan lokasi memiliki karakteristik kebisingan yang berbeda. Oleh karena itu, lingkup kajian kami rancang spesifik sesuai dengan tujuan dan kebutuhan unik perusahaan Anda. Kami mendengarkan Anda.

Kajian Kebisingan akan ditangani oleh tim ahli yang berpengalaman.

Tujuan akhir kami bukan hanya menyajikan data, kami akan memberikan solusi dan rekomendasi yang benar-benar bisa Anda implementasikan untuk Perusahaan Anda. Kami mempertimbangkan aspek teknis, operasional, dan biaya.

Kami membantu Anda memahami implikasi hasil kajian terhadap peraturan yang berlaku dan memberikan dasar yang kuat untuk pelaporan lingkungan.

Tertarik untuk mengetahui lebih lanjut atau ingin mendiskusikan kebutuhan spesifik Perusahaan Anda?

Mengapa Evaluasi Aliran Siklonik (Cyclonic Flow) Penting?

Mengapa Evaluasi Aliran Siklonik (Cyclonic Flow) Penting?

Aliran siklonik (cyclonic flow) merujuk pada pola gerakan fluida yang berputar dengan komponen kecepatan tangensial dominan, membentuk spiral menyerupai pusaran. Dalam konteks pengambilan sampel emisi cerobong (stack), aliran ini dapat menimbulkan ketidakseimbangan distribusi partikulat dan polutan. Evaluasi karakteristik aliran pada titik sampling merupakan langkah penting untuk memverifikasi apakah aliran tersebut homogen dan representatif, terutama dalam mendeteksi konsentrasi partikulat dan polutan gas.

Cyclonic Flow dan Dampaknya pada Akurasi Sampling

Aliran siklonik bersifat tidak homogen karena partikel atau gas bergerak dalam pola pusaran yang tidak teratur. Gaya sentrifugal dari aliran ini menyebabkan partikulat berat (seperti debu atau abu) terkonsentrasi di area tertentu dalam cerobong. Jika titik sampling berada di zona cyclonic flow, sampel yang diambil tidak merepresentasikan konsentrasi emisi sebenarnya. Sebaliknya, titik sampling ideal harus berada di area dengan aliran stabil dan homogen, di mana polutan tersebar merata.

Ketidakhomogenan akibat cyclonic flow berisiko menyebabkan:

  1. Underestimasi atau overestimasi konsentrasi polutan.
  2. Sampling error, terutama untuk partikulat yang mudah mengendap.
  3. Pelanggaran regulasi lingkungan akibat data tidak akurat.

Urgensi Evaluasi Cyclonic Flow untuk Sampling Representatif

Evaluasi cyclonic flow merupakan langkah penting untuk memastikan titik sampling di cerobong memenuhi kriteria representative sampling, yaitu kondisi di mana sampel yang diambil mampu menggambarkan karakteristik emisi secara menyeluruh. Cyclonic flow, dengan pola pusaran tidak teratur, mengganggu homogenitas aliran dan distribusi polutan. Evaluasi ini diperlukan untuk tiga alasan utama. Pertama, menghindari zona pusaran yang menyebabkan partikulat (seperti debu atau abu) terdistribusi tidak merata akibat gaya sentrifugal. Kedua, memastikan sampel diambil dari area dengan turbulensi minimal, di mana aliran lebih stabil dan homogen. Ketiga, memenuhi standar lingkungan seperti EPA atau ISO yang mensyaratkan pengukuran emisi pada aliran stabil untuk menjamin akurasi data. Tanpa evaluasi, risiko kesalahan pengambilan sampel meningkat, misalnya partikulat di zona cyclonic flow mungkin tidak terdeteksi, padahal konsentrasinya tinggi di area lain. Hal ini berpotensi menyebabkan pelaporan emisi yang tidak akurat dan melanggar regulasi.

Cyclonic Flow vs. Kehomogenan Emisi: Mengapa Harus Dihindari?

Meskipun cyclonic flow sering dianggap dapat “mencampur” polutan, aliran ini justru menciptakan stratifikasi dalam cerobong. Gaya sentrifugal dari pusaran menyebabkan partikulat berat terlempar ke dinding cerobong dan mengendap di bagian bawah, sementara polutan gas mungkin terkumpul di pusat aliran. Dampaknya, terjadi ketidakseimbangan distribusi: partikulat tidak terwakili secara merata, dan konsentrasi gas menjadi bias tergantung lokasi. Sebagai contoh, pengambilan sampel di dekat dinding cerobong mungkin hanya menangkap partikulat yang mengendap, sementara pengukuran di pusat aliran hanya merekam konsentrasi gas tinggi. Kondisi ini bertolak belakang dengan aliran homogen (laminar atau fully developed turbulent flow) yang memastikan distribusi polutan merata di seluruh penampang cerobong. Aliran homogen menjadi ideal karena meminimalkan risiko sampling error dan menjamin hasil pengukuran yang representatif, baik untuk partikulat maupun polutan gas. Dengan demikian, menghindari cyclonic flow bukan hanya tentang akurasi teknis, tetapi juga kepatuhan terhadap prinsip pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab.

Metode Evaluasi Aliran Siklonik: Peran CFD

Evaluasi aliran siklonik dapat dilakukan menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD), alat simulasi numerik yang memodelkan pola aliran fluida berdasarkan parameter fisik seperti kecepatan, tekanan, dan viskositas. CFD memungkinkan visualisasi tiga dimensi distribusi kecepatan, turbulensi, dan vortisitas dalam cerobong. Dengan menganalisis profil vektor kecepatan dan pola vorteks, insinyur dapat menentukan apakah aliran di titik sampling bersifat siklonik atau tidak.

Simulasi CFD juga membantu mengidentifikasi gangguan aliran, seperti efek belokan pipa atau keberatan alat filter, yang mungkin mengganggu homogenitas. Hasil simulasi ini menjadi dasar untuk menyesuaikan desain cerobong atau menentukan posisi sampling yang optimal.

Urgensi Penerapan dalam Industri

Kepatuhan terhadap regulasi emisi (seperti standar EPA atau ISO) mensyaratkan metode sampling yang akurat. Kesalahan pengukuran akibat aliran tidak siklonik dapat berujung pada sanksi hukum atau pelaporan emisi yang tidak valid. Selain itu, data yang tidak representatif menghambat upaya mitigasi polusi, karena perusahaan tidak dapat mengidentifikasi sumber emisi secara tepat.

Evaluasi aliran siklonik merupakan tahap kritis dalam memastikan akurasi sampling emisi cerobong. Dengan memanfaatkan CFD, industri dapat mengoptimalkan desain sistem dan memilih titik sampling yang menjamin homogenitas aliran. Langkah ini tidak hanya mendukung kepatuhan regulasi tetapi juga berkontribusi pada pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.

70 dB Batas Maksimal Tingkat Kebisingan Industri: Kepmen LH No. KEP-48/1996

70 dB Batas Maksimal Tingkat Kebisingan Industri: Kepmen LH No. KEP-48/1996

Pernahkah Anda merasa lelah meski baru bangun tidur? Atau sulit berkonsentrasi saat bekerja di rumah? Bisa jadi, salah satu penyebabnya adalah kebisingan di sekitar kita. Di tengah hiruk-pikuk pembangunan dan pertumbuhan kota, kebisingan telah menjadi “teman sehari-hari” yang tak terhindarkan bagi masyarakat Indonesia. Dari deru mesin kendaraan, aktivitas industri, hingga gemuruh proyek konstruksi, polusi suara tidak hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga mengancam kesehatan fisik dan mental. Sayangnya, banyak yang belum menyadari bahwa kebisingan bukan sekadar gangguan kecil—ia adalah silent killer yang diam-diam merusak kualitas hidup.

Regulasi vs Realita Tingkat Kebisingan: Kepmen LH No. KEP-48/1996

Ditetapkan pada 1996, regulasi ini menjadi landasan hukum untuk mengontrol tingkat kebisingan di berbagai zona seperti permukiman, komersial, industri, dan fasilitas umum. Pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-48/MENLH/11/1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan, yang dimaksud kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Parameter kuantitatif kebisingan diukur dalam satuan Desibel (dB), yang merepresentasikan energi bunyi. Lebih lanjut, baku tingkat kebisingan didefinisikan sebagai ambang batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan untuk dilepaskan ke lingkungan dari suatu usaha atau kegiatan, dengan tujuan meminimalisir dampak negatif terhadap kesehatan dan kenyamanan masyarakat. 

BAKU TINGKAT KEBISINGAN DI INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
NOMOR : KEP-48/MENLH/11/1996
Peruntukan Kawasan/ Lingkungan Kegiatan Tingkat kebisingan DB (A) 
a. Peruntukan kawasan
1.Perumahan dan pemukiman55
2.Perdagangan dan Jasa70
3.Perkantoran dan Perdagangan65
4.Ruang Terbuka Hijau50
5.Industri70
6.Pemerintahan dan Fasilitas Umum60
7.Rekreasi70
8.Khusus:
Bandar udara *)
Stasiun Kereta Api *)
Pelabuhan Laut70
Cagar Budaya60
b. Lingkungan Kegiatan
Rumah Sakit atau sejenisnya55
Sekolah atau sejenisnya55
tempat ibadah atau sejenisnya55
Keterangan : *) disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan

 

 

Pada peraturan tersebut, batas maksimal kebisingan ditetapkan antara 55-70 desibel (dB) (tergantung zona). Sayangnya, dalam praktiknya, ambang ini kerap dilampaui, sedangkan paparan terhadap tingkat kebisingan di atas 85 dB dalam jangka waktu yang lama dapat berisiko menyebabkan gangguan pendengaran.

Sumber Kebisingan

Sumber kebisingan berasal dari berbagai aktivitas dan peralatan yang menghasilkan getaran mekanis yang merambat melalui media (seperti udara, air, atau padatan) dan diterima oleh telinga sebagai suara. Ketika intensitas dan frekuensi suara tersebut tidak dikehendaki atau melampaui batas tertentu, maka suara tersebut dianggap sebagai kebisingan.

Secara garis besar, sumber kebisingan dapat dikategorikan sebagai berikut:

  1. Transportasi: Pergerakan kendaraan bermotor (mobil, motor, truk, bus), kereta api, dan pesawat terbang menghasilkan kebisingan dari mesin, gesekan, dan aerodinamika.
  2. Industri: Operasional berbagai jenis mesin dan peralatan di pabrik, kegiatan konstruksi, dan proses produksi lainnya merupakan sumber signifikan kebisingan.
  3. Hiburan dan Rekreasi: Sistem pengeras suara pada konser, acara olahraga, klub malam, dan kegiatan keramaian lainnya dapat menghasilkan tingkat kebisingan yang tinggi.
  4. Aktivitas Rumah Tangga dan Lingkungan Permukiman: Penggunaan peralatan rumah tangga (blender, mesin cuci), peralatan kebun (mesin pemotong rumput), dan bahkan aktivitas sosial dengan volume suara tinggi dapat menjadi sumber kebisingan di lingkungan sekitar.

Fokus pada Sektor Industri dengan Tingkat Kebisingan Tinggi

Beberapa sektor industri memiliki karakteristik operasional yang cenderung menghasilkan tingkat kebisingan signifikan, sehingga memerlukan kajian kebisingan untuk mengidentifikasi, mengukur, dan mengelola dampaknya. Dalam industri manufaktur berat, misalnya, penggunaan mesin-mesin besar dan berdaya tinggi dalam proses produksi seperti pengolahan logam (melalui pengepresan, pemotongan, pembubutan, pengelasan, dan perlakuan panas), produksi semen dan beton (melalui penggilingan material, pengoperasian tanur, dan pergerakan material curah), manufaktur otomotif (melalui penggunaan alat pneumatik, pengepresan logam, dan pengujian mesin), serta industri tekstil skala besar (melalui pengoperasian mesin tenun, pemintalan, dan penyelesaian tekstil berkecepatan tinggi) dapat menghasilkan kebisingan mekanis dan getaran yang tinggi.

Kebisingan Industri Pertambangan dan Penggalian

Selanjutnya, dalam industri pertambangan dan penggalian, kegiatan ekstraksi sumber daya alam yang melibatkan alat-alat berat dan proses intensif seperti operasi pengeboran dan peledakan (yang menghasilkan kebisingan impulsif dengan potensi dampak luas), serta pengoperasian alat berat seperti excavator, truk tambang, dan crusher (yang menghasilkan kebisingan mekanis signifikan) juga memerlukan perhatian khusus.

Kebisingan Sektor Konstruksi Skala besar

Sektor konstruksi skala besar, meskipun bersifat sementara, seringkali melibatkan peralatan dan aktivitas yang menghasilkan kebisingan tinggi dalam jangka waktu yang cukup lama, termasuk penggunaan alat berat seperti crane, buldoser, dan backhoe (yang menghasilkan kebisingan mesin dan hidrolik), pekerjaan fondasi (terutama pemancangan tiang yang menghasilkan kebisingan impulsif sangat tinggi), serta pengeboran dan pemecahan batu (yang menghasilkan kebisingan mekanis dan getaran signifikan).

Kebisingan Sektor Pembangkit Listrik

Pada sektor pembangkit tenaga listrik tertentu, seperti pembangkit listrik tenaga gas dan uap (melalui operasi turbin dan kompresor berkecepatan tinggi) serta pembangkit listrik tenaga diesel skala besar (melalui pengoperasian mesin diesel berdaya besar), potensi kebisingan yang tinggi juga menjadi perhatian.

Kebisingan Industri Pengolahan Kayu

Terakhir, dalam industri pengolahan kayu dan kertas skala besar, proses yang melibatkan mesin-mesin dengan tingkat kebisingan tinggi seperti penggergajian kayu (dengan mesin gergaji besar dan cepat), penghancuran kayu (chipping), serta pengoperasian berbagai mesin dalam produksi pulp dan kertas juga memerlukan kajian kebisingan untuk pengelolaan yang tepat.

Seperti yang disebutkan industri-industri tersebut berpotensi besar menghasilkan kebisingan. Oleh karena itu, industri membutuhkan kajian kebisingan. Apakah perusahaan Anda termasuk dalam industri-industri tersebut? Lensa Lingkungan dapat membantu Anda yang memerlukan kajian kebisingan. Pada dasarnya, kajian kebisingan dilaksanakan dengan tiga tujuan utama, pertama, untuk mengenali dan mengidentifikasi sumber-sumber yang menghasilkan kebisingan dalam lingkungan operasional. Kedua, untuk mengukur secara akurat tingkat kebisingan yang ada, sehingga dapat diketahui besaran paparan suara yang terjadi. Ketiga, untuk menilai dampak dari tingkat kebisingan tersebut terhadap kondisi lingkungan sekitar serta kesehatan manusia yang terpapar, baik pekerja maupun masyarakat di sekitar area industri.

Mengapa Baku Mutu Emisi PLTU di Indonesia Penting?

Mengapa Baku Mutu Emisi PLTU di Indonesia Penting?

PLTU di Indonesia hingga kini masih mengandalkan batubara sebagai bahan bakar utama. Dua alasan mendasar mengapa batubara begitu dominan adalah: ketersediaannya yang melimpah di Indonesia dan harganya yang jauh lebih terjangkau dibandingkan sumber energi lain.

Sebagai negara kepulauan yang berkembang pesat, Indonesia terus mengalami peningkatan kebutuhan listrik yang signifikan. Dalam konteks ini, batubara memang menawarkan solusi yang praktis dan ekonomis untuk memenuhi permintaan energi yang besar. Namun, PLTU batubara berpotensi menghasilkan emisi gas rumah kaca dan polusi udara.

Bagaimana Batubara Menghasillkan Energi Termal untuk PLTU?

Proses operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) pada prinsipnya memanfaatkan pembakaran batubara sebagai sumber energi utama. Batubara yang dibakar menghasilkan energi termal. Energi ini selanjutnya digunakan untuk memanaskan air dalam suatu sistem tertutup hingga menghasilkan uap bertekanan dan bertemperatur tinggi, atau yang dikenal sebagai uap super panas. Uap super panas ini kemudian dialirkan untuk memutar turbin. Turbin merupakan mesin konversi energi yang mengubah energi termal uap menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran. Turbin ini terhubung secara mekanis dengan generator. Generator, sebagai perangkat elektromekanis, mengubah energi mekanik putaran turbin menjadi energi listrik melalui prinsip induksi elektromagnetik. Uap yang telah melewati turbin dan melepaskan energinya, kemudian dikondensasikan kembali menjadi air. Air kondensat ini selanjutnya dikembalikan ke sistem untuk diproses ulang menjadi uap, sehingga membentuk suatu siklus tertutup yang efisien.

PLTU batubara masih menjadi andalan karena dianggap bisa menghasilkan listrik dalam jumlah besar dan cukup stabil. PLTU batubara berpotensi menghasilkan polusi. Beberapa polutan utama yang dihasilkan adalah debu, gas sulfur dioksida (SO2), gas nitrogen oksida (NOx), gas karbon dioksida (CO2), serta sedikit logam berat dan abu batubara. Polutan ini bisa berdampak ke kualitas udara, lingkungan, dan kesehatan.

Pemerintah Indonesia menyadari hal ini, dan telah membuat peraturan untuk menjaga agar PLTU beroperasi dengan lebih bersih. Salah satu peraturan penting adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 15 Tahun 2019. Peraturan ini menetapkan batasan jelas untuk zat-zat yang boleh dikeluarkan PLTU ke udara, atau yang disebut baku mutu emisi.

Apa Saja yang Diukur dalam Baku Mutu Emisi PLTU?

Permen LHK No. 15 Tahun 2019 mengatur beberapa jenis zat yang umum dihasilkan PLTU dan bisa berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan. Zat-zat utama tersebut adalah:

  1. Sulfur Dioksida (SO2): Gas ini muncul dari pembakaran bahan bakar seperti batubara dan minyak yang mengandung sulfur. SO2 bisa mengganggu pernapasan dan menyebabkan hujan asam.
  2. Nitrogen Oksida (NOx): Gas ini terbentuk saat pembakaran pada suhu tinggi. NOx juga bisa menyebabkan masalah pernapasan dan kabut asap.
  3. Partikulat (PM): Ini adalah butiran-butiran kecil yang keluar dari proses pembakaran. PM sangat berbahaya karena bisa masuk ke paru-paru dan menyebabkan berbagai penyakit.
  4. Merkuri (Hg): Merkuri adalah logam berat yang sangat beracun. Merkuri bisa mencemari lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan jika masuk ke tubuh manusia melalui makanan, terutama ikan.

Standar Baku Mutu Emisi untuk PLTU di Indonesia

Permen LHK No. 15 Tahun 2019 membagi standar baku mutu emisi PLTU berdasarkan kapan PLTU itu dibangun. Ada standar untuk PLTU yang sudah ada sebelum peraturan ini berlaku, dan ada standar yang lebih ketat untuk PLTU yang dibangun setelah peraturan ini berlaku. Perbedaan ini dibuat karena teknologi PLTU terus berkembang dan PLTU baru diharapkan bisa lebih bersih.

A. Standar untuk PLTU Lama (Dibangun Sebelum Permen LHK No. 15 Tahun 2019)

Berikut adalah batasan kadar maksimum emisi untuk PLTU yang sudah beroperasi sebelum Permen LHK No. 15 Tahun 2019 (dalam miligram per meter kubik normal atau mg/Nm³):

No.ParameterBatubara (mg/Nm³)Minyak Solar (mg/Nm³)Gas (mg/Nm³)
1Sulfur Dioksida (SO2)

550

650

50

2Nitrogen Oksida (NOx)

550

450

320

3Partikulat (PM)

100

75

30

4Merkuri (Hg)

0,03

 

B. Standar untuk PLTU Baru (Dibangun Setelah Permen LHK No. 15 Tahun 2019)

Berbeda dari  sebelumnya, untuk PLTU yang dibangun setelah Permen LHK No. 15 Tahun 2019 berlaku, standarnya lebih rendah dan lebih ketat (dalam mg/Nm³):

No.ParameterBatubara (mg/Nm³)Minyak Solar (mg/Nm³)Gas (mg/Nm³)
1Sulfur Dioksida (SO2)20035025
2Nitrogen Oksida (NOx)200250100
3Partikulat (PM)503010
4Merkuri (Hg)0,03

Dari tabel di atas, terlihat bahwa standar untuk PLTU baru jauh lebih rendah, terutama untuk SO2, NOx, dan PM. Ini menunjukkan bahwa peraturan baru ini mendorong PLTU untuk menggunakan teknologi yang lebih bersih dan mengurangi pencemaran udara.

Mengapa Baku Mutu Emisi Itu Penting?

Mengikuti baku mutu emisi PLTU sangat penting karena beberapa alasan mendasar yang saling berkaitan. Ini bukan hanya soal memenuhi aturan di atas kertas, tetapi lebih jauh dari itu, ini menyangkut kualitas hidup kita, kelestarian lingkungan, dan masa depan pembangunan yang berkelanjutan.

Bayangkan jika PLTU dibiarkan mengeluarkan asap dan polusi tanpa kendali. Udara di sekitar kita pasti akan tercemar oleh berbagai zat berbahaya seperti sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), dan partikulat (PM). Zat-zat ini, jika terhirup dalam jangka panjang, dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan serius. Mulai dari iritasi pada saluran pernapasan, penyakit paru-paru kronis, asma, hingga penyakit jantung dan pembuluh darah. Kelompok yang paling rentan terkena dampaknya adalah anak-anak, orang tua, dan mereka yang sudah memiliki riwayat penyakit pernapasan.

Baku mutu emisi juga membantu menjaga lingkungan dari kerusakan akibat polusi udara. Misalnya, mengurangi hujan asam dan pencemaran merkuri yang bisa merusak ekosistem. Dengan mengontrol emisi PLTU, kita bisa mendapatkan energi listrik yang dibutuhkan tanpa terlalu merusak lingkungan. Ini penting untuk pembangunan yang berkelanjutan, di mana pertumbuhan ekonomi berjalan seiring dengan menjaga lingkungan.

Tantangan dan Harapan ke Depan

Tentu saja, menerapkan Permen LHK No. 15 Tahun 2019 bukan tanpa tantangan. Perlu pengawasan yang ketat agar semua PLTU mematuhi peraturan. PLTU yang sudah lama beroperasi mungkin perlu investasi lebih untuk memasang teknologi pengendalian emisi yang lebih baik.

Namun, ada harapan besar ke depan. Semakin banyak orang sadar akan pentingnya energi bersih. Pemerintah juga terus mendorong pengembangan energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin. Dengan waktu, diharapkan PLTU di Indonesia akan semakin bersih dan efisien, sehingga kita bisa mendapatkan listrik yang cukup sambil menjaga udara tetap bersih dan sehat untuk semua.

Adanya baku mutu emisi yang jelas, diharapkan PLTU bisa beroperasi dengan lebih bertanggung jawab dan menjaga kualitas udara. Kepatuhan terhadap peraturan ini, bersama dengan dukungan teknologi dan kesadaran semua pihak, akan sangat membantu Indonesia mencapai udara yang lebih bersih dan lingkungan yang lebih sehat.

 

Standar Emisi PLTU Batubara di Indonesia

Standar Emisi PLTU Batubara di Indonesia

Isu lingkungan hidup semakin menjadi perhatian utama di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Salah satu sumber polusi udara yang menjadi sorotan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara. Sebagai negara yang masih mengandalkan batubara sebagai sumber energi utama, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan kebutuhan energi dengan perlindungan lingkungan.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor P.15/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 tentang Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik Tenaga Termal. Peraturan ini bertujuan untuk mengendalikan emisi dari pembangkit listrik tenaga termal yang termasuk di dalamnya yaitu PLTU batubara, yang menghasilkan polutan seperti sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), dan partikulat (PM). Namun, apakah peraturan ini sudah cukup efektif? Mari kita telaah lebih lanjut.

Emisi

Baku Mutu Emisi PLTU Berbeda?

Permen LHK No. P.15/2019 menetapkan ambang batas emisi SO2, NOx, dan PM yang boleh dikeluarkan oleh PLTU batubara. Yang menarik, peraturan ini membedakan PLTU menjadi dua kategori:

  1. PLTU yang sudah beroperasi sebelum peraturan ini berlaku: Kategori ini mendapatkan standar emisi yang lebih longgar.
  2. PLTU yang mulai beroperasi setelah peraturan ini berlaku: Kategori ini harus memenuhi standar emisi yang lebih ketat.

Perbedaan tersebut menurut pemerintah, mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomi. PLTU yang sudah lama beroperasi dianggap lebih sulit dan memerlukan biaya besar untuk menyesuaikan diri dengan standar yang lebih ketat.

Mengapa Standar Emisi PLTU yang Ada Perlu Ditinjau Ulang?

Meskipun Permen LHK No. P.15/2019 merupakan sebuah langkah maju, ada beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan. Dibandingkan dengan negara-negara lain, terutama Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan (yang notabene merupakan investor utama PLTU batubara di Indonesia), standar emisi kita masih jauh lebih rendah. Sebagai contoh, untuk SO2, standar emisi PLTU yang sudah beroperasi di Indonesia bisa mencapai 15 kali lebih rendah daripada standar di Tiongkok. Ini menimbulkan pertanyaan, mengapa negara-negara investor tersebut menerapkan standar yang berbeda di negara asal mereka dan di Indonesia?

Mayoritas PLTU batubara di Indonesia (sekitar 75%) termasuk dalam kategori yang sudah beroperasi sebelum peraturan ini berlaku. Ini berarti sebagian besar PLTU masih beroperasi dengan standar emisi yang longgar. Akibatnya, perbaikan kualitas udara yang diharapkan dari peraturan ini menjadi sangat terbatas.

Definisi “dibangun” dalam peraturan ini ternyata menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda. Apakah “dibangun” berarti saat perjanjian jual beli listrik ditandatangani? Atau saat izin lingkungan diperoleh? Atau saat konstruksi fisik dimulai? Perbedaan interpretasi ini sangat penting, karena akan menentukan berapa banyak PLTU yang masuk kategori standar longgar dan berapa banyak yang masuk kategori standar lebih ketat.

Peraturan ini juga dinilai kurang dalam hal transparansi data emisi dan mekanisme penegakan hukum. Masyarakat perlu mengetahui seberapa besar emisi yang dihasilkan oleh masing-masing PLTU dan bagaimana pemerintah memastikan kepatuhan terhadap peraturan.

Apa yang Perlu Dilakukan?

Menghadapi persoalan emisi dari PLTU batubara ini, kita perlu langkah-langkah nyata dan terarah. Yang paling utama adalah soal keterbukaan data. Pemerintah harus membuka pintu informasi selebar-lebarnya agar publik bisa ikut mengawasi data emisi dari semua PLTU batubara di Indonesia. Ini bukan sekadar soal pengawasan, tapi juga soal tanggung jawab pemerintah dalam mengelola masalah lingkungan.

Berikutnya, yang tak kalah penting adalah meninjau ulang standar emisi yang ada. Standar yang sekarang berlaku, terutama untuk PLTU yang “lebih tua” (yang beroperasi sebelum aturan baru keluar), rasanya masih terlalu longgar. Jadi, perlu dikaji lagi dan diperketat. Nah, dalam proses ini, pemerintah sebaiknya mengajak organisasi-organisasi masyarakat dan lembaga independen yang memang ahli dan peduli soal lingkungan.

Kita perlu melihat jauh ke depan, yaitu soal transisi energi. Ketergantungan kita pada batubara memang harus mulai dikurangi pelan-pelan. Kita perlu beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan, seperti tenaga surya, angin, air, atau panas bumi. Ini bukan hanya ikut-ikutan tren dunia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, tapi juga demi kesehatan kita dan kelestarian lingkungan. Bahkan, laporan terbaru dari badan PBB untuk perubahan iklim (IPCC) menyarankan agar sebagian besar PLTU batubara sebaiknya sudah dimatikan sebelum 2030.

Selain itu pemerintah harus dapat memperjelas definisi dari kata “dibangun” pada aturan yang berlaku. Ini agar tidak ada lagi perbedaan pendapat dalam menafsirkan aturan yang sudah dibuat, dan tidak ada pihak yang saling menyalahkan. Yang terakhir, dan sangat penting, adalah soal penegakan aturan. Pemerintah harus memastikan semua aturan yang sudah dibuat, termasuk soal emisi PLTU ini, benar-benar dijalankan.

Peraturan Menteri LHK No. P.15/2019 tentang Baku Mutu Emisi PLTU Batubara adalah langkah awal yang baik, tetapi masih jauh dari cukup. Standar emisi yang longgar, terutama untuk PLTU yang sudah beroperasi, serta perbedaan interpretasi terhadap peraturan, membuat dampak perbaikan kualitas udara menjadi sangat terbatas.

Melihat lingkungan dari sebuah lensa, menyadarkan diri pentingnya menjaga lingkungan untuk anak cucu kita

Hubungi Kami

Kantor Operasional:

Jakarta:

Office 8 – Senopati
Jl. Senopati Jl. Jenderal Sudirman No. 8B, SCBD,
Kebayoran Baru, South Jakarta City, Jakarta 12190

Surabaya:

Office 2 – Urban Office – Merr
Jl. Dr. Ir. H. Soekarno No.470 RT 02 RW 09, Kedung Baruk,
Kec. Rungkut, Surabaya, Jawa Timur 60298

Jam Kerja: 08.00 – 16.00 WIB (Senin sd Jumat)

Email : lensa@lensalingkungan.com

Temukan Kami